LifestyleNasionalNews

Risiko Diabetes dan Obesitas, Minuman Manis Lebih Berbahaya Ketimbang Nasi Putih

80
×

Risiko Diabetes dan Obesitas, Minuman Manis Lebih Berbahaya Ketimbang Nasi Putih

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi minuman manis (Foto: iStockphoto)

Kabarpublic.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memperingatkan bahwa minuman manis, seperti soda dan teh kemasan, memiliki risiko lebih tinggi menyebabkan diabetes tipe 2 dan obesitas dibandingkan dengan nasi putih.

Pelaksana Sementara Ketua Harian YLKI, Indah Sukmaningsih, menegaskan bahwa minuman manis mengandung gula tambahan dalam jumlah besar yang langsung meningkatkan kadar gula darah tanpa memberikan manfaat gizi.

“Minuman manis seperti soda atau teh kemasan mengandung gula tambahan dalam jumlah besar yang langsung meningkatkan kadar gula darah tanpa memberikan manfaat gizi,” kata Indah Sukmaningsih dalam keterangan persnya, Rabu (28/8/2024).

Baca juga:  Yukk Intip Keindahan Kambo Hinghland Palopo

Indah menjelaskan bahwa, meskipun nasi putih memiliki indeks glikemik tinggi, namun tidak mengandung gula tambahan dan masih memberikan karbohidrat sebagai sumber energi.

Sementara mengonsumsi rutin minuman manis dikaitkan erat dengan peningkatan risiko obesitas dan diabetes tipe 2.

Oleh karena itu, untuk menjaga kesehatan, masyarakat disarankan mengurangi konsumsi kedua jenis makanan ini.

Mengganti minuman manis dengan air putih atau teh tanpa gula serta mengganti nasi putih dengan karbohidrat yang lebih sehat seperti nasi merah atau quinoa adalah langkah yang lebih aman.

Baca juga:  Kenali 7 Efek Gula Darah Rendah yang Sering Disepelekan

YLKI juga menekankan perlunya pendekatan holistik untuk menyehatkan masyarakat Indonesia, yang mencakup kebijakan fiskal seperti cukai, regulasi ketat, dan kampanye edukasi masif.

Menurut YLKI, pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tetap menjadi solusi efektif untuk mengubah perilaku konsumsi gula di masyarakat.

Indah menambahkan bahwa meskipun kontribusi minuman berpemanis terhadap total konsumsi gula nasional hanya 4 persen, hal ini tidak mengurangi urgensi pengendalian produk tersebut.

Justru, pengenaan cukai akan mendorong produsen untuk menyesuaikan kadar gula dalam produk mereka, sehingga membantu mengurangi konsumsi gula berlebih dan mencegah peningkatan prevalensi penyakit tidak menular (PTM) di masa depan.

Baca juga:  Asrul Sani Ikuti Rakor Persiapan Pengadaan ASN di Jakarta

YLKI juga merespons peta jalan usulan dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi).

YLKI menyarankan pengendalian gula, garam, dan lemak (GGL) sebagai alternatif pengenaan cukai MBDK, sebagai langkah jangka panjang yang tetap harus disertai kebijakan fiskal tegas untuk menghasilkan perubahan perilaku konsumsi. (**)