NewsPilihan Editor

Pemerintah Tarik Penyuluh Pertanian ke Pusat, Dorong Swasembada Pangan

52
×

Pemerintah Tarik Penyuluh Pertanian ke Pusat, Dorong Swasembada Pangan

Sebarkan artikel ini
Webinar bertajuk Peluang dan Tantangan Penyuluh Pertanian Ditarik ke Pusat. (Tangkapan Layar)

Kabarpublic.com – Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas sebagai Penyuluh Pertanian, baik dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), akan segera dialihkan dari kewenangan daerah ke pusat di bawah Kementerian Pertanian.

Kebijakan ini merupakan langkah terobosan Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat realisasi swasembada pangan, salah satu agenda besar yang dicanangkan sejak beliau dilantik pada Oktober 2024.

Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia harus mencapai swasembada pangan dalam waktu singkat, dengan fokus meningkatkan produktivitas pertanian dan menghentikan impor bahan pangan pokok seperti beras dan jagung.

Langkah menarik kembali penyuluh pertanian ke pusat dinilai menjadi salah satu kunci penting dalam mencapai tujuan tersebut.

Baca juga:  Asrul Sani Ingatkan Warga Waspada saat Melintas di Lokasi Rawan Longsor

“Solusinya adalah tarik penyuluh pertanian ke pusat. Bikin Perpres, Inpres, tentang Urusan Pemerintahan Konkuren Tambahan Bidang Pertanian Suburusan Penyuluhan Pertanian,” ujar Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr., dalam Webinar bertajuk Peluang dan Tantangan Penyuluh Pertanian Ditarik ke Pusat yang diselenggarakan Tabloid Sinar Tani pada Jumat (9/1/2025).

Dedi, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian periode 2019-2024, optimis bahwa jika kebijakan ini diterapkan, swasembada pangan dapat menjadi kenyataan.

“Jika semua variabel seperti ketenagaan, penganggaran, kelembagaan, penyelenggaraan, dan sarana prasarana berjalan efektif, maka penyuluhan juga pasti efektif, dan swasembada pangan bukan lagi mimpi,” tegasnya.

Baca juga:  2.374 Tenaga Honorer Palopo Ikuti Seleksi PPPK Tahap I

Penyuluhan Daerah Dinilai Kurang Efektif

Menurut Dedi, pelayanan penyuluhan pertanian saat ini masih jauh dari optimal. Salah satu penyebab utamanya adalah peralihan kewenangan dari pusat ke daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan revisinya, UU Nomor 23 Tahun 2014.

Dalam aturan tersebut, sektor pertanian dikategorikan sebagai urusan pemerintahan konkuren pilihan, yang menyebabkan persepsi daerah terhadap pentingnya penyuluhan pertanian menjadi sangat beragam.

Akibatnya, kelembagaan penyuluhan seperti Bakorluh/Bapeluh dihilangkan, dan penyuluh daerah tidak sejalan dengan program pusat.

Kondisi ini diperparah dengan kurangnya anggaran daerah serta rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) penyuluh.

Baca juga:  Menteri Agama Ajak Tokoh Agama dan Ormas Perkuat Soliditas untuk Kemaslahatan Bangsa

“Kelembagaan, ketenagaan, penyelenggaraan, penganggaran, serta sarana-prasarana tidak memadai. Transfer pengetahuan dan pendampingan terhadap petani menjadi tidak berjalan efektif,” jelas Dedi.

Ia menambahkan bahwa lemahnya koordinasi dengan stakeholder turut menyebabkan produktivitas pertanian stagnan.

Inspirasi dari Era Swasembada Pangan

Dedi mengungkapkan bahwa semangat menarik kembali kewenangan penyuluh ke pusat terinspirasi dari keberhasilan swasembada pangan pada era Presiden Soeharto.

Saat itu, penyuluhan pertanian dilakukan melalui sistem satu komando yang efektif, didukung oleh penyediaan sarana-prasarana yang memadai.

Dengan optimisme yang sama, ia meyakini bahwa kebijakan ini dapat diterapkan dalam waktu dekat.

“Saya yakin, dalam waktu yang tidak terlalu lama, penyuluh pertanian akan segera ditarik ke pusat,” tandasnya.