Kabarpublic.com – Menteri Agama Nasaruddin Umar menghadiri Haul ke-15 Presiden Keempat RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Minggu malam (22/12/2024).
Menag Nasaruddin menceritakan jasa besar Gus Dur dalam transformasi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia.
Menurut Menag Nasaruddin, proses perubahan IAIN menjadi UIN dimulai sejak awal 2000-
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi PTKIN pertama yang berubah bentuk menjadi UIN pada Mei 2002, diikuti oleh IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Juni 2004.
Transformasi tersebut, katanya, tidak lepas dari peran dan kebijakan Gus Dur.
“Saat itu, Gus Dur awalnya tidak setuju dengan perubahan IAIN menjadi UIN. Beliau khawatir fakultas agama akan tenggelam oleh ilmu umum, seperti pandangan Nurcholish Madjid (Cak Nur),” ujar Menag Nasaruddin, dilansir dari laman resmi kementrian agama.
Namun, Menag kemudian meyakinkan Gus Dur dengan analogi bahwa universitas adalah wujud keuniversalan Islam, yang dapat menjadi wadah besar seperti samudra.
Dengan pemahaman itu, Gus Dur akhirnya menandatangani proposal perubahan IAIN menjadi UIN Jakarta.
“Kalau tidak ada Gus Dur, tidak ada UIN. Beliau yang membuka jalan untuk perkembangan UIN di Indonesia,” tegas Menag Nasaruddin.
Haul ke-15 Gus Dur dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, keluarga besar almarhum, Kepala Badan Penyelenggara Haji Gus Irfan, Pj Gubernur Jawa Timur, serta alim ulama, kiai, nyai, dan ribuan masyarakat.
Acara puncak haul ini ditandai dengan pengajian akbar setelah rangkaian kegiatan seperti khatmil Qur’an dan pembacaan maulid.
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz, mengungkapkan rasa terima kasih atas kehadiran seluruh pihak yang berpartisipasi dalam haul Gus Dur. Ia juga mengenang berbagai cerita penuh inspirasi tentang Gus Dur.
“Sejak muda, Gus Dur dikenal sebagai sosok humoris. Beliau selalu membuat suasana serius menjadi cair. Selain itu, beliau memiliki literasi yang mendalam, penyampaian yang sederhana, dan mampu memberikan solusi dari berbagai masalah,” tutur KH Abdul Hakim Mahfudz.
Ia menambahkan, salah satu filosofi hidup Gus Dur yang sederhana adalah, “Gitu aja kok repot.” Filosofi ini mencerminkan keyakinannya bahwa tidak ada masalah yang sulit, asalkan dihadapi dengan sikap yang tenang dan bijaksana.
Acara haul ini menjadi momen untuk mengenang kiprah Gus Dur sebagai tokoh pluralis, humoris, dan pemimpin bangsa yang meninggalkan warisan besar bagi Indonesia. (**)