Kabarpublic.com – Seorang anak berinisial SAH (12), siswa kelas 5 Sekolah Dasar (SD) di Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, menghadapi diskriminasi berat.
Selama tiga tahun terakhir, SAH tidak dapat mengikuti pendidikan formal secara tatap muka seperti teman-temannya.
“Anak saya sudah tiga tahun tidak sekolah tatap muka seperti anak pada umumnya. Saya kasihan melihat kondisinya,” ujar ibu SAH, Sabtu (11/1/2024).
Masalah bermula pada tahun 2019, ketika SAH didiagnosis menderita anemia aplastik yang memerlukan transfusi darah rutin di sebuah rumah sakit di Samarinda.
Namun, saat transfusi darah ketiga, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa SAH positif HIV.
Orang tua SAH, yang turut menjalani tes untuk memastikan, mendapatkan hasil negatif.
“Kami bingung kenapa anak kami bisa positif, sedangkan kami orang tuanya negatif. Tes tersebut bahkan dilakukan dua kali untuk memastikan hasilnya,” kata ibu SAH.
Setelah diagnosis tersebut, SAH tidak diizinkan untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolahnya.
Penolakan datang dari pihak sekolah, perusahaan tempat orang tuanya bekerja, dan beberapa wali murid yang keberatan dengan kehadiran SAH.
Padahal, ibu SAH menjelaskan bahwa anaknya memiliki surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa ia aman untuk bersekolah tatap muka.
“Dokter juga mengatakan bahwa HIV tidak menular melalui kontak biasa,” tegasnya.
Ibu SAH menambahkan bahwa kondisi fisik dan kesehatan anaknya saat ini sama seperti anak-anak lainnya.
SAH juga rutin mengonsumsi obat yang diresepkan dokter. Namun, meski secara medis dinyatakan sehat dan tidak berisiko menularkan HIV, SAH tetap terkurung di rumah, tanpa akses ke pendidikan formal.
“Saya hanya ingin anak saya bisa sekolah seperti biasa. Kadang dia bertanya, kenapa saya tidak berangkat sekolah seperti teman-teman? Saya sedih mendengarnya,” ungkap ibu SAH penuh harap.
Orang tua SAH berharap pemerintah dan pihak terkait dapat memberikan keadilan untuk anak mereka.
“Kami hanya meminta agar anak kami bisa mengenyam pendidikan seperti anak lainnya. Pendidikan adalah hak semua anak, tanpa terkecuali,” tutupnya. (*)