Kabarpublic.com – Pengadilan Agama Masamba, Kabupaten Luwu Utara, mencatat 567 kasus perceraian terjadi sepanjang tahun 2024, terhitung sejak Januari hingga 16 Desember.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 558 kasus telah selesai diputuskan, sementara 9 kasus lainnya masih dalam proses.
Angka ini mencerminkan adanya 558 janda dan duda baru di wilayah Luwu Utara tahun ini.
Data tersebut diungkap oleh Mansur Hasaneng, staf Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) bagian Informasi dan Data Pengadilan Agama Masamba.
Menurut Mansur, tingginya angka perceraian di wilayah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, termasuk masalah ekonomi, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan hilangnya rasa saling percaya dalam hubungan.
“Sebagian besar perceraian terjadi karena faktor ekonomi, diikuti KDRT, dan konflik yang membuat pasangan kehilangan kepercayaan satu sama lain,” ujar Mansur dalam keterangannya pada Senin (16/12/2024).
Mansur juga menambahkan bahwa angka ini masih mungkin bertambah karena Desember belum berakhir.
“Bisa saja masih ada gugatan perceraian baru yang diajukan hingga akhir tahun,” tambahnya.
Lonjakan kasus perceraian di Luwu Utara menimbulkan keprihatinan, terutama mengingat dampaknya yang meluas.
Tidak hanya memengaruhi pasangan yang bercerai, perceraian juga berdampak langsung pada anak-anak dan keluarga besar, yang sering kali harus menanggung tekanan emosional dan sosial akibat perpisahan ini.
Pemerintah daerah bersama pihak terkait diharapkan dapat mengambil langkah untuk menekan angka perceraian.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan meliputi:
1. Program Bimbingan Pranikah
Membekali pasangan calon pengantin dengan pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga, komunikasi yang sehat, dan manajemen konflik.
2. Mediasi Keluarga
Memperkuat layanan mediasi bagi pasangan yang menghadapi masalah agar perceraian dapat dihindari.
3. Pemberdayaan Ekonomi
Meningkatkan dukungan ekonomi kepada keluarga rentan agar mampu mengatasi tekanan finansial yang menjadi penyebab utama perceraian.
Terkait daftar nama atau informasi pribadi para janda dan duda, Mansur menegaskan bahwa data tersebut tidak dapat dipublikasikan karena bersifat pribadi dan dilindungi oleh hukum.
Tingginya angka perceraian ini menjadi pengingat pentingnya perhatian lebih terhadap aspek ekonomi, pendidikan keluarga, dan dukungan sosial untuk menciptakan ketahanan keluarga di tengah berbagai tantangan yang ada. (**)