Kabarpublic.com – Wakil Rektor IV Universitas Andi Djemma Palopo, DR. Abdul Rahman Nur, SH, MH, menilai Sentra Gakkumdu kurang cermat dalam menetapkan tersangka terkait kasus dugaan ijazah palsu.
Menurut Abdul Rahman, aparat penegak hukum seharusnya mampu memisahkan antara peristiwa hukum, objek, dan subjek, serta berhati-hati sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“Penetapan tersangka dalam kasus dugaan ijazah palsu oleh calon Wali Kota Palopo perlu dilakukan secara teliti. Terlebih lagi, ada beberapa anggota KPU yang juga ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Abdul Rahman saat dihubungi, Sabtu (19/10/2024).
Lebih lanjut, Abdul Rahman yang akrab disapa Maman menegaskan bahwa Gakkumdu harus mampu membedakan antara peristiwa hukum, objek, dan subjek hukum.
“Apakah anggota KPU terlibat langsung dalam dugaan pemalsuan ijazah, dan apakah KPU secara kelembagaan memiliki wewenang untuk memutuskan keaslian dokumen tersebut?” jelas Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum, Universitas Andi Djemma ini.
Ia juga menambahkan bahwa penegak hukum seharusnya menelusuri lebih dalam terkait keabsahan ijazah melalui instansi berwenang.
“Saya pikir, penegak hukum bisa mengusut kebenaran ijazah tersebut mulai dari sekolah terkait hingga ke kementerian pendidikan,” tutupnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palopo telah mengadakan konferensi pers terkait penetapan calon wali kota nomor urut 4 beserta tiga komisioner KPU Palopo sebagai tersangka oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Ketua Bawaslu Palopo, Khaerana, menyatakan bahwa setelah penyelidikan selama 14 hari kerja, calon wali kota inisial TT telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, tiga komisioner KPU, yaitu ID, AJ, dan MH, juga dinyatakan tersangka dengan pelanggaran berbeda berdasarkan hasil gelar perkara.
Keputusan penetapan tersangka komisioner KPU merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 180 Ayat 2, sedangkan TT dijerat dengan Pasal 184. (*).