Kabarpublic.com – Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan berhasil mengamankan tiga orang terkait dugaan tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoaks mengenai biaya pendidikan Akademi Kepolisian (AKPOL).
Demikian diungkapkan Kasubbidpenmas Bidhumas Polda Sulsel, AKBP Yerlin Tending Kate, didampingi oleh Kasubbagselek Bagdalpers RO SDM Polda Sulsel, I Made Suarma, dan Kasubdit V Tipidsiber Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kompol Bayu Wicaksono Febrianto, dalam konferensi pers.
Ia menjelaskan jika kasus ini bermula pada awal Januari 2025 ketika Akhmad Furqan, salah satu tersangka, mengadakan pertemuan dengan Taufiq Mustarin, Direktur PT. Digikreatif Teknologi Indonesia/ASN Institut, untuk menarik peserta bimbingan belajar ASN Institut.
“Dalam pertemuan tersebut, Akhmad Furqan melihat iklan terkait penerimaan AKPOL dan menyarankan pembuatan artikel mengenai biaya pendidikan AKPOL,” katanya.
Kemudian, pada tanggal 15 Januari 2025, Akhmad Furqan memberikan kata kunci “Biaya Pendidikan AKPOL” kepada Aisyah untuk dibuatkan artikel.
Artikel tersebut kemudian dipublikasikan di situs resmi ASN Institut dan diposting ulang oleh Aisyah pada tanggal 17 Januari 2025 dengan judul “Nominal Biaya Pendidikan Akpol 2025 Yang Wajib Kamu Ketahui!”
Polisi berhasil mengamankan tiga tersangka, yaitu AIS (22), AF (28), dan TM (34), di Kantor PT. Digikreatif Teknologi Indonesia/ASN Institut, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada 17 Januari 2025.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita beberapa barang bukti.
“Barang bukti yang diamankan berupa, satu unit HP Oppo A12 warna biru navy, satu unit HP Itel S23 warna hitam, satu unit iPhone 13 mini, satu unit laptop Lenovo warna silver, screenshot artikel dengan kata kunci “Biaya Pendidikan AKPOL”,” sebutnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 45A ayat (1) dan (2) jo Pasal 28 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Mereka terancam pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.” pungkasnya (**)