LUWU UTARA — ICRAF bersama Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Luwu Utara (Lutra) melalui Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperida), melakukan Rapat Koordinasi Hasil Monitoring, Evaluasi, dan Strategi Perbaikan Pelaksanaan TAKE 2023 dan 2024 di Luwu Utara, Rabu (13/11/2024), di Ruang Command Center Kantor Bupati.
Kegiatan rakor ini merupakan bagian dari pelaksanaan Program Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (SFITAL) yang digagas ICRAF bersama Pemda Luwu Utara, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran pembangunan berkelanjutan, serta mendorong Kabupaten Luwu Utara untuk menerapkan kebijakan Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE).
Program yang dimulai pada tahun 2022 ini menjadi komitmen Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara dalam mengintegrasikan aspek ekologi ke dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa.
Skema TAKE ini juga berfungsi sebagai insentif transfer keuangan dari pemerintah kabupaten ke pemerintah desa, yang didasarkan pada kinerja ekologi yang telah dicapai.
Dengan demikian, program ini tak hanya mendorong pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, tetapi juga berfokus pada perlindungan dan pemeliharaan lingkungan.
Skema TAKE ini merupakan bagian dari penerapan konsep Ecological Fiscal Transfer, yang bertujuan untuk mendukung perlindungan dan pelestarian lingkungan melalui mekanisme anggaran yang melibatkan alokasi dana desa.
Skema ini tak hanya fokus pada aspek ekologis, tetapi juga mencakup aspek sosial dan ekonomi, dengan harapan dapat memberikan dampak positif bagi pembangunan desa.
Pada rakor ini dilaksanakan lokakarya untuk menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi dari pelaksanaan TAKE selama dua tahun implementasi.
Proses evaluasi juga melibatkan The Asian Foundation dan USAID ERAT yang terlibat aktif dalam implementasi program TAKE di Lutra. Rakor ini dibuka oleh Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Luwu Utara, Baharuddin Nurdin.
Dalam arahannya, Sekda Baharuddin mengatakan bahwa keterbatasan anggaran membuat program TAKE baru mencakup 30 desa atau 18% dari 166 desa yang ada di Luwu Utara.
“Seleksi penerima Alokasi Kinerja Desa (AKD) dilakukan khusus untuk setiap tipologi desa, yaitu pesisir, pegunungan, dan dataran, agar dana ini dapat disalurkan sesuai kebutuhan dan karakteristik geografis masing-masing,” kata Baharuddin.
Untuk itu, ia berharap lokakarya monitoring dan evaluasi ini dapat menghasilkan beberapa poin penting yang berfokus pada indikator penilaian untuk mendukung pembangunan daerah serta pengelolaan lingkungan yang lebih baik, demi peningkatan kesejahteraan masyarakat serta generasi mendatang.
Ia juga menekankan akan pentingnya penguatan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.
“Tentu saja hal ini tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga memerlukan dukungan penuh dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan, air, dan alam kita,” tegasnya.
Sementara itu, dalam presentasi hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan TAKE di Lutra, Kadis PMD melalui Kabid Bina Pemerintahan Desa, Sitti Fatimah, berharap keterhubungan berbagai kegiatan guna mewujudkan kemandirian desa pada 2025 ini dapat segera terwujud.
“Integrasi TAKE ke dalam program masyarakat desa terus kita lakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesehatan lingkungan desa. Indikatornya diperluas, mencakup aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial, agar alokasi anggaran dapat ditingkatkan,” jelas Fatimah.
Dikatakannya, evaluasi yang komprehensif dalam pelaksanaan TAKE sangat diperlukan untuk memahami keberhasilan dan tantangan yang dihadapi, serta mengevaluasi indikator yang ada dan peluang integrasi dengan indikator baru.
“Salah satu kriteria tambahan yang relevan adalah pengelolaan bentang lahan berkelanjutan. Mengingat sektor perkebunan merupakan penggerak utama ekonomi di Luwu Utara,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti ICRAF, Erlangga, mengatakan, dengan mengembangkan kriteria ini dalam skema TAKE, program ini diharap bisa berperan signifikan dalam mendukung pertumbuhan daerah yang berkelanjutan.
“Tujuan dari upaya ini adalah mengalokasikan sebagian Alokasi Dana Desa untuk pengelolaan lingkungan hidup, yang diharapkan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi, sosial, dan pangan desa dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang makin mendesak,” jelas Erlangga.
Erlangga menambahkan bahwa evaluasi yang lebih menyeluruh dan indikator yang tepat dapat membantu dalam menilai dampak TAKE secara lebih efektif, terutama dalam hal indikator yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan, sosial, dan ekonomi.
“Hal ini sangat penting untuk kita terus mempromosikan keberlanjutan dari perekonomian Luwu Utara, khususnya pada sektor perkebunan,” terangnya lagi.
Masih Erlangga, tantangan pembangunan dan pengelolaan lingkungan di tingkat desa menjadi fokus utama.
“Diperlukan penyelarasan antara upaya yang telah dilakukan saat ini dengan tujuan yang relevan di tingkat desa sesuai kewenangannya, sehingga peluang kabupaten memperoleh insentif kinerja dalam pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan bisa meningkat,” jelasnya. (LHr)