Kabarpublic.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Tana Toraja resmi menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek irigasi perpipaan di Dinas Pertanian Toraja Utara tahun anggaran 2024.
Pengumuman tersebut disampaikan pada Rabu (3/12/2025) setelah penyidik memastikan terpenuhinya dua alat bukti yang sah.
Tersangka berinisial TR, diketahui menjabat sebagai Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Toraja Utara.
Selain itu, ia juga merangkap sebagai pelaksana kegiatan sekaligus koordinator lapangan tim teknis dalam proyek tersebut.
“Jabatan rangkap inilah yang diduga memudahkan TR mengatur dan mengendalikan pelaksanaan proyek irigasi perpipaan di lapangan,” ujar Kepala Kejari Tana Toraja, Frendra AH, kepada wartawan.
Frendra mengungkapkan, proses penyidikan telah berlangsung cukup panjang dan melibatkan pemeriksaan terhadap 118 saksi dari berbagai instansi.
Kata dia, itu termasuk Kementerian Pertanian RI, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, serta pejabat dan pihak terkait di Kabupaten Toraja Utara.
“Dari keterangan para saksi dan bukti yang diperoleh, penyidik meyakini bahwa TR berperan aktif dalam pengaturan pembelian material hingga penyusunan laporan pertanggungjawaban,” jelasnya.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, TR langsung ditahan selama 20 hari berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-03/P.4.26/Fd.2/12/2025.
Penahanan dilakukan setelah TR menjalani pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan layak oleh tim medis RSUD Lakipadada.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI Nomor: 48/SR/LHP/DJPI/PKN.01/11/2025, ditemukan indikasi kerugian negara mencapai Rp 2.221.910.450.
Proyek irigasi perpipaan Dinas Pertanian Toraja Utara diketahui memiliki anggaran sebesar Rp 8 miliar bersumber dari Ditjen Sarana dan Prasarana Kementerian Pertanian.
Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 7,92 miliar telah direalisasikan untuk tiga kegiatan utama: persiapan, pelaksanaan konstruksi, serta monitoring dan pelaporan.
Program ini dilaksanakan melalui swakelola tipe III oleh 80 kelompok tani di 80 titik lokasi.
Namun penyidikan menemukan adanya dugaan penyimpangan pada tahap pembelian material.
“TR diduga melakukan pengaturan sejak awal dengan mengarahkan sedikitnya 60 kelompok tani untuk membeli pipa pada satu toko tertentu yang telah bekerja sama dengannya,” tutur Frendra.
Selain itu, harga material disebutkan mengalami mark-up atau kenaikan yang tidak sesuai nilai riil di lapangan.
Penyidik juga menemukan laporan pertanggungjawaban kegiatan tidak sesuai kondisi sebenarnya.
“Dari praktik ini, TR diduga mendapat keuntungan pribadi,” tambahnya.
Atas perbuatannya, TR dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Frendra menegaskan bahwa penyidikan masih terus dikembangkan dan membuka peluang munculnya tersangka lain dalam kasus ini.
“Kami akan terus mendalami keterlibatan pihak lain serta menelusuri aliran dana hasil mark-up. Kami mengingatkan seluruh pihak untuk kooperatif dan tidak menghambat penyidikan. Kejari menangani perkara ini secara profesional, akuntabel, dan tanpa kompromi terhadap praktik korupsi,” tegasnya. (**)







