KABARPUBLIC.COM – Tim Ahli dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum-HAM) Republik Indonesia mulai melakukan pemeriksaan substantif terhadap kopi Arabica Seko sebagai persyaratan untuk mendapatkan hak Indikasi Geografis (IG) dari pemerintah.
Pemeriksaan substantif ini akan dilaksanakan selama dua hari di Seko, mulai 9-11 Juli 2024, yang dilanjutkan dengan evaluasi.
Peneliti kopi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Dr. Andi Ilham Latunra, mengatakan bahwa kopi Arabica Seko ini memiliki potensi pengembangan yang cukup besar dalam upaya menjadikan kopi Arabica Seko menjadi go International alias mendunia.
“Ini luar biasa, karena nanti kita bisa mendapatkan pencerahan dari peneliti yang nantinya akan memberikan kita bimbingan dan masukan agar pengembangan kopi di daerah kita ini bisa go Internasional,” tutur Ilham saat mendampingi Tim Ahli IG KemenkumHAM saat audiens dengan pihak Pemda Luwu Utara yang diwakili Sekretaris Daerah, Baharuddin Nurdin, Senin (8/7/2024) di Ruang Command Center Kantor Bupati.
Ilham mengemukakan alasan kenapa mesti dilakukan pemeriksaan substantif oleh Tim Ahli IG dari KemenkumHAM. Menurutnya, pemeriksaan substantif dilakukan sebagai upaya mendapatkan hak Indikasi Geografis.
“Kanwil KemenkumHAM ini yang turut mengawal program Hak Indikasi Geografis kekayaan komunal di daerah, termasuk Luwu Utara,” terangnya.
Dikatakannya, kopi Seko saat ini sudah menjadi perbincangan publik, tidak hanya dari kalangan pedagang lokal saja, tetapi juga nasional.
“Pedagang lokal dan nasional kini mulai melirik kopi Seko. Maka dari itu, pemerintah, Unhas, dan masyarakat adat bermaksud mewujudkan suatu perlindungan dan penguatan industri kopi Seko demi untuk kesejahteraan masyarakat melalui hak Indikasi Geofrafis Kopi Arabica Seko,” jelasnya.
Ia menambahkan, tujuan lain dari pemeriksaan substantif, selain untuk mendapatkan hak IG, juga agar masyarakat adat Seko mendapatkan perlindungan hukum atas nama produknya dan plasma nutfah yang dimiliki, serta untuk mendapatkan pengakuan atas mutu dan kekhasan produk kopi Seko.
Tak hanya itu, juga sebagai upaya untuk melestarikan pengolahan kopi adat Seko.
“Kopi Arabica Seko ini adalah milik komunitas masyarakat adat Seko, sehingga wajib mendapatkan perlindungan hukum dan pengakuan atas mutu dan kekhasan yang dimilikinya,” jelasnya lagi.
Untuk itu, ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut mendukung pemeriksaan substantif hak Indikasi Geografis ini.
Sementara Ketua Tim Ahli IG KemenkumHAM, Idris mengungkapkan bahwa pada 2021 lalu, masyarakat Seko melalui masyarakat perlindungan IG telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak IG.
Itulah kemudian dirinya bersama dua tim ahli lainnya segera melakukan pemeriksaan substantif sebagai tahapan akhir dari proses untuk mendapatkan hak IG.
“Indikasi geografis ini adalah bagian dari rezim kekayaan intelektual. Rezim kekayaan intelektual yang dimaksud adalah merek, hak cipta, jasa industri, serta paten, yang kepemilikannya bersifat personal. Sementara hak indikasi geografis ini kepemilikannya bersifat komunal,” jelasnya.
“Jadi, yang dimaksud adalah komunitas masyarakat yang ada wilayah Seko yang membudidaya kopi Arabica Seko, termasuk teman-teman pengepul serta pedagang yang terlibat dalam rantai pasok kopi Arabica Seko,” ucapnya menambahkan.
Idris menjelaskan, indikasi geografis adalah sebuah nama produk yang berasal dari suatu wilayah geografis tertentu karena faktor alam dan manusia atau kombinasi dari keduanya karena adanya reputasi, karakteristik, dan kualitas di wilayah itu, sehingga dimungkinkan untuk bisa diberikan perlindungan berupa hak Indikasi Geografis.
“Kita ketahui bersama bahwa produk-produk daerah yang memiliki reputasi, karakteristik dan kualitas ini tentu sangat rawan adanya pemalsuan. Nah, untuk mencegah hal tersebut, perlu perlindungan indikasi geografis karena sifat kepemilikannya ini komunal,” imbuhnya.
“Berbeda dengan rezim kekayaan intelektual lainnya, seperti merk itu 10 tahun baru dilakukan proses perpanjangan, kemudian paten 10 tahun baru milik publik, hak cipta 70 tahun setelah penciptanya meninggal. Kemudian jasa industri 10 tahun baru jadi milik publik, tetapi indikasi geografis ini diberikan perlindungan selama reputasi, karakteristik, dan kualitas itu masih ada pada produk tersebut,” sambungnya.
Sebelumnya, Pj. Sekda, Baharuddin Nurdin, saat menerima kunjungan Tim Ahli IG mengatakan bahwa pertemuan dengan Tim Ahli IG ini merupakan bagian dari tata kelola pemerintahan dalam upaya memberikan manfaat yang sebesar-sebesarnya kepada pemerintah, serta para pemangku kepentingan lainnya, termasuk tentunya kepada masyarakat itu sendiri.
“Kehadiran tim Indikasi Geografis KemenkumHAM di Luwu Utara ini tentu memberikan makna tersendiri bagi kita, Pemda Luwu Utara, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, termasuk dalam pelaksanaan pembangunan di kabupaten Luwu Utara,” jelasnya.
“Hal ini adalah bagian dari upaya kita memperbaiki tata kelola pemerintahan, khususnya dalam rangka kegiatan pemeriksaan substantif hak indikasi geografis kopi Arabica Seko sebagai potensi yang bisa kita gali yang tentunya memberikan manfaat, bukan hanya kepada pemda, tetapi juga kepada masyarakat Luwu Utara,” tambahnya.
Pada kesempatan itu juga, Baharuddin tak lupa mengutip sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa setiap orang itu memiliki jatah gagal dalam hidupnya, dan jatah gagal itu harus dihabiskan pada saat berusia muda.
“Nah, hari ini kita memulainya dengan harapan ke depan, bagaimana generasi berikutnya dapat menikmati apa yang kita lakukan pada hari ini. Mungkin pekerjaan yang kita lakukan hari ini adalah bagian kecil, tetapi 20-30 tahun mendatang, ternyata yang kita lakukan hari ini hasilnya sungguh luar biasa. Ini akan menjadi warisan puluhan tahun ke depan buat anak cucu kita nanti,” imbuhnya.
“Olehnya itu, saya ucapkan terima kasih kepada para perangkat daerah, serta pengurus MPIG Kopi Arabica Seko yang sempat hadir, serta teristimewa kepada KemenkumHAM Sulsel bersama Tim Ahli IG Kopi Arabica Seko atas kedatangannya di Luwu Utara,” pungkasnya (LHr)