Kabarpublic.com – Tingkat inflasi di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) pada April 2025 tercatat sebesar 2,28 persen secara tahunan (year-on-year/YoY), melampaui rata-rata nasional yang berada pada level 1,95 persen. Data ini dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel, Senin (5/5).
Kepala BPS Sulsel, Aryanto, menyampaikan bahwa hampir seluruh kelompok pengeluaran masyarakat mengalami kenaikan harga, kecuali kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang justru mencatat deflasi sebesar 0,93 persen.
“Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi dengan kenaikan sebesar 2,7 persen. Dari kelompok ini, cabai rawit memberikan andil terbesar terhadap inflasi Sulsel sebesar 0,85 persen,” jelas Aryanto.
Selain itu, sejumlah kelompok pengeluaran lain juga mencatat kenaikan signifikan, seperti: Kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran naik 3,16 persen, Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya melonjak hingga 11 persen, Kelompok pakaian dan alas kaki naik 2 persen, Kelompok kesehatan naik 1,79 persen, Perlengkapan rumah tangga naik 1,35 persen, Kelompok rekreasi naik 1,46 persen
Berdasarkan data BPS, lima komoditas yang mengalami lonjakan harga tertinggi secara tahunan pada April 2025 meliputi: Emas perhiasan (naik 52,97 persen), Cabai rawit (49,21 persen), Cabai merah (44,44 persen), Ikan bandeng (18,08 persen), Kopi bubuk (17,27 persen)
Tak hanya secara tahunan, inflasi Sulsel juga mencatat kenaikan cukup tinggi secara bulanan (month-to-month/mtm) sebesar 1,75 persen pada April 2025.
Dalam periode tersebut, tarif listrik menjadi penyumbang inflasi bulanan terbesar dengan andil 1,12 persen, menyusul kenaikan harga sebesar 32,25 persen. Kenaikan ini terjadi karena dihentikannya diskon tarif pascabayar yang berlaku hingga Maret 2025.
“Secara bulanan, inflasi Sulsel paling banyak dipengaruhi oleh kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, dengan kontribusi sebesar 1,13 persen terhadap inflasi,” tambah Aryanto.
BPS mengingatkan bahwa pergerakan harga komoditas strategis, terutama di sektor pangan dan energi, menjadi faktor penting yang perlu dicermati ke depan, mengingat potensi dampaknya terhadap daya beli dan stabilitas ekonomi daerah. (**)