Kabarpublic.com – Kondisi sungai di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, kian memprihatinkan pasca banjir bandang besar yang terjadi pada 3 Mei 2024.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu mendesak intervensi segera dari pemerintah pusat untuk mengatasi degradasi sungai dan kerusakan infrastruktur yang meluas.
Isu ini menjadi sorotan utama dalam Sidang Pleno Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai (WS) Walanae Cenranae yang digelar di Belopa, Rabu (1/10/2025).
Sidang pleno yang berlangsung hingga Sabtu mendatang itu diharapkan menghasilkan rekomendasi konkret untuk pemulihan sungai di Luwu.
Patahudding, yang turut mendampingi kunjungan lapangan tim TKPSDA, menegaskan bahwa penanganan sungai tidak bisa lagi ditunda.
Ia menyebut terdapat 12 aliran sungai yang menjadi kewenangan balai mengalami kerusakan parah akibat banjir bandang tahun lalu.
“Harapan kami, tahun 2026 sudah bisa dianggarkan dan mulai dikerjakan. Pemerintah pusat harus segera melakukan intervensi, baik di level kewenangan pusat, provinsi, maupun daerah. Kondisi ini darurat,” tegas Patahudding.
Ia menambahkan, Pemkab Luwu terus meninjau langsung titik-titik kerusakan, mulai dari tanggul yang jebol hingga sistem irigasi yang lumpuh total.
“Masyarakat masih trauma dengan banjir tahun lalu. Karena itu, kami ingin langkah nyata segera dilakukan,” ujarnya.
Kepala Bidang Infrastruktur Balai Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, Ishak A.M. Rusli, menyebut tiga sungai besar di Luwu Sungai Suli, Larompong, dan Suso akan menjadi prioritas utama penanganan karena mengalami degradasi cukup parah.
“Hasil sidang ini akan menjadi rekomendasi yang kita teruskan ke pemerintah pusat, melalui Kementerian PUPR, agar ada penanganan serius, termasuk program normalisasi sungai,” jelas Ishak.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya sedang menyusun skema prioritas untuk normalisasi dan pemulihan infrastruktur pengendali banjir di wilayah terdampak.
Selain membahas penanganan pascabencana, sidang pleno TKPSDA juga menyoroti sinkronisasi program pengelolaan sumber daya air (SDA) antara pemerintah pusat dan daerah.
Salah satu agenda penting lainnya adalah sosialisasi kebijakan baru terkait Indeks Ketahanan Air (IKTA) sebagai indikator nasional dalam tata kelola SDA.
Sidang pleno ini dihadiri oleh perwakilan Kementerian PUPR, pemerintah provinsi, balai wilayah sungai, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang lingkungan dan kebencanaan. (**)